Al Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus
dilahirkan di Yaman Selatan, tepatnya di daerah Hadhramaut, tiga abad
yang silam. Ia dilahirkan sebagai anak yatim, yang dibesarkan oleh
seorang ibu dimana sehari-harinya hidup dari hasil memintal benang pada
perusahaan tenun tradisional. Husein kecil sungguh hidup dalam
kesederhanaan.
Setelah memasuki usia belia, sang ibu
menitipkan Habib Husein pada seorang “Alim Shufi”. Disanalah ia menerima
tempaan pembelajaran thariqah. Di tengah-tengah kehidupan di antara
murid-murid yang lain, tampak Habib Husein memiliki perilaku dan
sifat-sifat yang lebih dari teman-temannya.
Setiap ahli thariqah senantiasa memiliki panggilan untuk melakukan hijrah, dalam rangka mensiarkan islam ke belahan bumi Allah. Untuk melaksanakan keinginan tersebut Habib Husein tidak kekurangan akal, ia bergegas menghampiri para kafilah dan musafir yang sedang melakukan jual-beli di pasar pada setiap hari Jum’at.
Setelah dipastikan mendapatkan tumpangan
dari salah seorang kafilah yang hendak bertolak ke India, maka Habib
Husein segera menghampiri ibunya untuk meminta ijin.
Walau dengan berat hati, seorang ibu
harus melepaskan dan merelakan kepergian puteranya. Habib Husein mencoba
membesarkan hati ibunya sambil berkata : “janganlah takut dan berkecil
hati, apapun akan ku hadapi, senantiasa bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya ia bersama kita.” Akhirnya berangkatlah Al Habib Husein
menuju daratan India.
Sampailah Al Habib Husein di sebuah kota
bernama “Surati” atau lebih dikenal kota Gujarat, sedangkan penduduknya
beragama Budha. Mulailah Habib Husein mensi’arkan Islam dikota tersebut
dan kota-kota sekitarnya.
Kedatangan Habib Husein di kota tersebut
membawa Rahmatan Lil-Alamin. Karena daerah yang asalnya kering dan
tandus, kemudian dengan kebesaran Allah maka berubah menjadi daerah yang
subur. Agama Islam pun tumbuh berkembang.
Hingga kini belum ditemukan sumber yang
pasti berapa lama Habib Husein bermukim di India. Tidak lama kemudian ia
melanjutkan misi hijrahnya menuju wilayah Asia Tenggara, hingga sampai
di pulau Jawa, dan menetap di kota Batavia, sebutan kota Jakarta tempo
dulu.
Batavia adalah pusat pemerintahan
Belanda, dan pelabuhannya adalah Sunda Kelapa. Maka tidak heran kalau
pelabuhan itu dikenal sebagai pelabuhan yang teramai dan terbesar di
jamannya. Pada tahun 1736 M datanglah Al-Habib Husein bersama para
pedagang dari Gujarat di pelabuhan Sunda Kelapa.
Disinilah tempat persinggahan terakhir
dalam mensyiarkan Islam. Beliau mendirikan Surau sebagai pusat
pengembangan ajaran Islam. Ia banyak di kunjungi bukan saja dari daerah
sekitarnya, melainkan juga datang dari berbagai daerah untuk belajar
Islam atau banyak juga yang datang untuk di do’akan.
Pesatnya pertumbuhan dan minat orang
yang datang untuk belajar agama Islam ke Habib Husein mengundang
kesinisan dari pemerintah VOC, yang di pandang akan menggangu ketertiban
dan keamanan. Akhirnya Habib Husein beserta beberapa pengikut utamanya
di jatuhi hukuman, dan ditahan di penjara Glodok.
Istilah karomah secara estimologi dalam
bahasa arab berarti mulia, sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia
(terbitan balai pustaka, Jakarta 1995, hal 483) menyebutkan karomah
dengan keramat, diartikan suci dan dapat mengadakan sesuatu di luar
kemampuan manusia biasa karena ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam ajaran Islam karomah di maksudkan
sebagai khariqun lil adat yang berarti kejadian luar biasa pada
seseorang wali Allah. Karomah merupakan tanda-tanda kebenaran sikap dan
tingkah laku seseorang, yang merupakan anugrah Allah karena
ketakwaannya, berikut ini terdapat beberapa karomah yang dimiliki oleh
Al Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus atau yang kita kenal Habib Luar
Batang, seorang wali Allah yang lahir di Jasirah Arab dan telah
ditakdirkan wafat di Pulau Jawa, tepatnya di Jakarta Utara.
1. Menjadi mesin pemintal
Di masa belia, ditanah kelahirannya
yaitu di daerah Hadhramaut – Yaman Selatan, Habib Husein berguru pada
seorang Alim Shufi. Di hari-hari libur ia pulang untuk menyambang
ibunya.
Pada suatu malam ketika ia berada di
rumahnya, ibu Habib Husein meminta tolong agar ia bersedia membantu
mengerjakan pintalan benang yang ada di gudang. Habib Husein segera
menyanggupi, dan ia segera ke gudang untuk mengerjakan apa yang di
perintahkan oleh ibunya. Makan malam juga telah disediakan. Menjelang
pagi hari, ibu Husein membuka pintu gudang. Ia sangat heran karena
makanan yang disediakan masih utuh belum dimakan husein. Selanjutnya ia
sangat kaget melihat hasil pintalan benang begitu banyaknya. Si ibu
tercengang melihat kejadian ini. Dalam benaknya terpikir bagaimana
mungkin hasil pemintalan benang yang seharusnya dikerjakan dalam
beberapa hari, malah hanya dikerjakan kurang dari semalam, padahal Habib
Husein dijumpai dalam keadaan tidur pulas disudut gudang.
Kejadian ini oleh ibunya diceritakan
kepada guru thariqah yang membimbing Habib Husein. Mendengar cerita itu
maka ia bertakbir sambil berucap : “ sungguh Allah berkehendak pada
anakmu, untuk di perolehnya derajat yang besar disisi-Nya, hendaklah ibu
berbesar hati dan jangan bertindak keras kepadanya, rahasiakanlah
segala sesuatu yang terjadi pada anakmu.”
2. Menyuburkan Kota Gujarat
Hijrah pertama yang di singgahi oleh
Habib Husein adalah di daratan India, tepatnya di kota Surati atau lebih
dikenal Gujarat. Kehidupan kota tersebut bagaikan kota mati karena
dilanda kekeringan dan wabah kolera.
Kedatangan Habib Husein di kota tersebut
di sambut oleh ketua adat setempat, kemudian ia dibawa kepada kepala
wilayah serta beberapa penasehat para normal, dan Habib Husein di
perkenalkan sebagai titisan Dewa yang dapat menyelamatkan negeri itu
dari bencana.
Habib Husein menyangupi bahwa dengan
pertolongan Allah, ia akan merubah negeri ini menjadi sebuah negeri yang
subur, asal dengan syarat mereka mengucapkan dua kalimat syahadat dan
menerima Islam sebagai agamanya. Syarat tersebut juga mereka sanggupi
dan berbondong-bondong warga di kota itu belajar agama Islam.
Akhirnya mereka di perintahkan untuk
membangun sumur dan sebuah kolam. Setelah pembangunan keduanya di
selesaikan, maka dengan kekuasaan Allah turun hujan yang sangat lebat,
membasahi seluruh daratan yang tandus. Sejak itu pula tanah yang kering
berubah menjadi subur. Sedangkan warga yang terserang wabah penyakit
dapat sembuh, dengan cara mandi di kolam buatan tersebut. Dengan
demikian kota yang dahulunya mati, kini secara berangsur-angsur
kehidupan masyarakatnya menjadi sejahtera.
3. Mengislamkan tawanan
Setelah tatanan kehidupan masyarakat
Gujarat berubah dari kehidupan yang kekeringan dan hidup miskin menjadi
subur serta masyarakatnya hidup sejahtera, maka Habib Husein melanjutkan
hijrahnya ke daratan Asia Tenggara untuk tetap mensiarkan Islam. Beliau
menuju pulau Jawa, dan akhirnya menetap di Batavia. Pada masa itu hidup
dalam jajahan pemerintahan VOC Belanda.
Pada suatu malam Habib Husein dikejutkan
oleh kedatangan seorang yang berlari padanya karena di kejar oleh
tentara VOC. Dengan pakaian basah kuyub ia meminta perlindungan karena
akan dikenakan hukuman mati. Ia adalah tawanan dari sebuah kapal dagang
Tionghoa.
Keesokan harinya datanglah pasukan
tentara berkuda VOC ke rumah Habib Husein untuk menangkap tawanan yang
dikejarnya. Beliau tetap melindungi tawanan tersebut, sambil berkata :
“Aku akan melindungi tawanan ini dan aku adalah jaminannya.”
Rupanya ucapan tersebut sangat di dengar
oleh pasukan VOC. Semua menundukkan kepala dan akhirnya pergi,
sedangkan tawanan Tionghoa itu sangat berterima kasih, sehingga akhirnya
ia memeluk Islam.
4. Menjadi Imam di Penjara
Dalam masa sekejab telah banyak orang
yang datang untuk belajar agama Islam. Rumah Habib Husein banyak
dikunjungi para muridnya dan masyarakat luas. Hilir mudiknya umat yang
datang membuat penguasa VOC menjadi khawatir akan menggangu keamanan.
Akhirnya Habib Husein beserta beberapa pengikut utamanya ditangkap dan
di masukan ke penjara Glodok. Bangunan penjara itu juga dikenal dengan
sebutan “Seksi Dua.”
Rupanya dalam tahanan Habib Husein
ditempatkan dalam kamar terpisah dan ruangan yang sempit, sedangkan
pengikutnya ditempatkan di ruangan yang besar bersama tahanan yang lain.
Polisi penjara dibuat terheran-heran
karena ditengah malam melihat Habib Husein menjadi imam di ruangan yang
besar, memimpin shalat bersama-sama para pengikutnya. Hingga menjelang
subuh masyarakat di luar pun ikut bermakmum. Akan tetapi anehnya dalam
waktu yang bersamaan pula polisi penjara tersebut melihat Habib Husein
tidur nyenyak di kamar ruangan yang sempit itu, dalam keadaan tetap
terkunci.
Kejadian tersebut berkembang menjadi
buah bibir dikalangan pemerintahan VOC. Dengan segala pertimbangan
akhirnya pemerintah Belanda meminta maaf atas penahanan tersebut, Habib
Husein beserta semua pengikutnya dibebaskan dari tahanan.
5. Si Sinyo menjadi Gubernur
Pada suatu hari Habib Husein dengan
ditemani oleh seorang mualaf Tionghoa yang telah berubah nama Abdul
Kadir duduk berteduh di daerah Gambir. Disaat mereka beristirahat
lewatlah seorang Sinyo (anak Belanda) dan mendekat ke Habib Husein.
Dengan seketika Habib Husein menghentakan tangannya ke dada anak Belanda
tersebut. Si Sinyo kaget dan berlari ke arah pembantunya.
Dengan cepat Habib Husein meminta
temannya untuk menghampiri pembantu anak Belanda tersebut, untuk
menyampaikan pesan agar disampaikan kepada majikannya, bahwa kelak anak
ini akan menjadi seorang pembesar di negeri ini.
Seiring berjalannya waktu, anak Belanda
itu melanjutkan sekolah tinggi di negeri Belanda. Kemudian setelah lulus
ia di percaya di angkat menjadi Gubernur Batavia.
6. Cara Berkirim Uang
Gubernur Batavia yang pada masa kecilnya
telah diramal oleh Habib Husein bahwa kelak akan menjadi orang besar di
negeri ini, ternyata memang benar adanya. Rupanya Gubernur muda itu
menerima wasiat dari ayahnya yang baru saja meninggal dunia. Di
wasiatkan kalau memang apa yang dikatakan Habib Husein menjadi kenyataan
diminta agar ia membalas budi dan jangan melupakan jasa Habib Husein.
Akhirnya Gubernur Batavia menghadiahkan
beberapa karung uang kepada Habib Husein. Uang itu diterimanya, tetapi
dibuangnya ke laut. Demikian pula setiap pemberian uang berikutnya,
Habib Husein selalu menerimanya, tetapi juga dibuangnya ke laut.
Gubernur yang memberi uang menjadi penasaran dan akhirnya bertanya
mengapa uang pemberiannya selalu di buang ke laut. Dijawabnya oleh Habib
Husein bahwa uang tersebut dikirimkan untuk ibunya ke Yaman.
Gubernur itu dibuatnya penasaran,
akhirnya diperintahkan penyelam untuk mencari karung uang yang di buang
ke laut, walhasil tak satu keeping uang pun diketemukan. Selanjutnya
Gubernur Batavia tetap berupaya untuk membuktikan kebenaran kejadian
ganjil tersebut, maka ia mengutus seorang ajudan ke negeri Yaman untuk
bertemu dan menanyakan kepada ibu Habib Husein.
Sekembalinya dari Yaman, ajudan Gubernur
tersebut melaporkan bahwa benar adanya. Ibu Habib Husein telah menerima
sejumlah uang yang di buang ke laut tersebut pada hari dan tanggal yang
sama.
7. Kampung Luar Batang
Gubernur Batavia sangat penuh perhatian
kepada Habib Husein. Ia menanyakan apa keinginan Habib Husein. Jawabnya :
“Saya tidak mengharapkan apapun dari tuan.” Akan tetapi Gubernur itu
sangat bijak, dihadiahkanlah sebidang tanah di kampung baru, sebagai
tempat tinggal dan peristirahatan yang terakhir.
Habib Husein telah di panggil dalam usia
muda, ketika berumur kurang lebih 30-40 tahun. Meninggal pada hari
kamis tanggal 17 Ramadhan 1169 atau bertepatan tanggal 27 Juni 1756 M.
sesuai dengan peraturan pada masa itu bahwa setiap orang asing harus di
kuburkan di pemakaman khusus yang terletak di Tanah Abang.
Sebagai mana layaknya, jenasah Habib
Husein di usung dengan kurung batang (keranda). Ternyata sesampainya di
pekuburan jenasa Habib Husein tidak ada dalam kurung batang. Anehnya
jenasah Habib Husein kembali berada di tempat tinggal semula. Dalam
bahasa lain jenasah Habib Husein keluar dari kurung batang, pengantar
jenasah mencoba kembali mengusung jenasah Habib Husein ke pekuburan yang
dimaksud, namun demikian jenasah Habib Husein tetap saja keluar dan
kembali ke tempat tinggal semula.
Akhirnya para pengantar jenasah memahami
dan bersepakat untuk memakamkan jenasa Habib Husein di tempat yang
merupakan tempat rumah tinggalnya sendiri. Kemudian orang menyebutnya
“Kampung Baru Luar Batang” dan kini dikenal sebagai “Kampung Luar
Batang.”
Catatan :
Pengalaman masa lampau, tersiar khabar
bahwa Al-Habib Husein membuang sejumlah uang ke laut di daerah “Pasar
Ikan”. Tidak henti-hentinya para pengunjung menyelami tempat itu. Dengan
bukti nyata, mereka mendapatkannya, sedangkan pada waktu itu, untuk
dapat bekerja masih sukar di peroleh. Satu-satunya mata pencaharian yang
mudah dikerjakan ialah, menyelam di laut. Dengan demikian, bangkitlah
keramaian dikawasan kota tersebut, sehingga timbullah istilah “Mencari
Duit ke Kota”
Penutup
1. Perayaan-perayaan tahunan di Makam Keramat Luar Batang.
a. Perayaan/peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW, pada minggu terakhir di bulan Rabi’ul Awwal.
b. Perayaan/peringatan haulnya Al-Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus Keramat Luar Batang pada minggu terakhir di bulan Syawal.
c. Perayaan “akhir ziarah” pada bulan Sya’ban, yaitu pada 3 (tiga) hari atau 7 (tujuh) hari menjelang bulan suci Ramadhan.
2. Sumber Riwayat ini di peroleh dari :
a. Nara Sumber, sesepuh keluarga
Al-Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus ialah Almarhumah Syarifah Muznah
binti Husein Alaydus, kakak kandung Al-Habib Abu Bakar bin Husein
Alaydrus, diceritakan kembali oleh penulis, semoga Allah SWT memberikan
rahmat dan Maghfirah-Nya….Amiin.
b. Diktat sejarah Kampung Luar Batang, oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta/Dinas Museum dan Sejarah, 1982/1983.
c. Dari berbagai sumber